AKU MARAH, PADA DIRIKU.



Sungguh.
Aku tak marah saat kau berlari.
Aku tak marah saat kau bersembunyi.

Aku hanya bisa melawan semua perasaan.
Hanya kesia-siaan yang ku dapat saat aku berusaha melupakan.
Hanya sebatas harapan saat aku mulai mengahapus sedikit kenangan.

Aku tak marah.
Aku tak pernah bisa marah.
Padamu.

Hanya saja.
Aku marah pada diriku.
Karena tak mampu membuatmu memperjuangkanku.
Kalau kamu tidak mau, aku mengerti.

Sungguh, aku berterima kasih.
Kau telah menghargai perasaanku yang masih ada sampai saat ini. Detik ini.
Aku hanya rindu. Aku tak bisa lupa. Aku hanya bisa mengingat.

Aku marah.
Pada diriku.

Aku berbicara pada jiwaku sendiri.
Mengapa hati enggan melupakan perasaan.
Perasaan yang dibalas keheningan.

Tapi tak ada yang tahu tentang perasaanmu.
Aku tak bisa menerka.
Sebab, ada yang Maha Tahu.
antara kau dan Tuhan.

Jarum jam selalu bergegas.
Melewati pukul dua lebih lima belas.
Semoga Tuhan tak pernah bosan.
Mendengar nama yang sama di istirah sepertiga malam yang lengang.

Hening.

Teman karib dalam sunyi ialah Tuhan.
Jika nanti kau merindukanku.
Di sepertiga malam. Bersujudlah.
Karena aku ada di keheningan itu.

Jika tidak pernah rindu.
Aku marah. Pada diriku.
Karena tak bisa membuatmu mempunyai perasaan itu.
Kalau kau tidak bisa. Jangan dipaksa. Tidak apa-apa.

Biarkan saja.
Aku marah. Pada diriku.

Anfal Ria Reshadi, Jakarta, 22 Mei 2017

Posting Komentar

Beri komentar pada kolom yang tertera. Dilarang menggunakan kata sapa "Gan" di blog ini. Dariku sang penggila kopi, pecandu puisi.