Kita tidak akan berbicara tentang bagaimana kamu bisa
menjauhiku dengan alasan yang hanya bisa aku tebak, atau berbicara tentang
siapa yang mengenal satu diantara kita lebih dulu.
Aku tidak mau membahasnya. Biar aku yang menanggung rasa
sepinya, biar aku yang menyimpan rasa kalutnya. Karena seberapapun panjang aku
menjelaskannya, kalau tidak mengalami sendiri kamu pun tidak akan pernah
mengerti.
Tentu saja, aku tahu kamu akan pergi, hanya saja aku tak
menyangka akan secepat ini. Dari awal, aku sudah belajar ikhlas. Bukan saat
kamu memutuskan pergi begitu saja, tapi justru sejak awal aku mendatangimu.
Mungkin karena aku sudah belajar dari pengalaman, kalau orang, secinta-cintanya
kita atau mereka, bisa datang dan pergi dengan mudahnya. Karena pertemuan ada
untuk menjemput perpisahan.
Sebetulnya, kamu selalu ada di sini, di dalam sini. Tapi
aku merasa seperti ada yang hilang. kamu masih seperti dulu, dengan karakter
yang aku kagumi. Mungkin cara komunikasimu saja yang sudah berubah.
Semua masih baik-baik saja, menanyakan perihal keperluan
penting, dan mungkin bisa menanyakan kabar keluarga, aku masih menikmatinya.
Tapi mungkin cara penyampaiannya sekarang yang berbeda ketimbang waktu itu.
Tanpa emoticon dan terkesan flat, mungkin kamu membalas pesanku karena tidak
enak saja. Ya, aku hanya berfikir demikian.
Kamu tahu, kamu masih istimewa. Berkat kehadiranmu, aku
lebih bisa melihat banyak kekurangan yang ada pada diriku, lalu aku berusaha
untuk merubahnya. Aku merubahnya bukan untukmu, tapi aku merubahnya karena itu
perlu untukku.
Aku hanya merasa ada yang hilang. kadang-kadang kangen
rasanya, ketika bercanda, setiap kamu tertawa, dan mataku selalu berbinar
melihatnya. Bercerita tentang apa saja yang tidak membuatku bosan
mendengarkannya.
Tapi, sekarang aku juga merasa bahwa ya, perlahan aku
mulai melepasmu. Karena melihat seistimewa apapun kamu di depanku, perasaanku
sudah mulai biasa saja. Aku berhasil memadamkan setiap percikan apa saja yang
bisa membuatku kembali jatuh cinta dengan begitu mudahnya. Tidak seperti waktu
itu, mendengar namamu disebut saja, bisa seharian aku tidak lupa.
Sebetulnya, aku tidak mau kamu melupakan segalanya
tentangku, termasuk perasaanku yang sekeras kepala itu. Tapi aku tidak memaksamu
untuk melupakan itu, aku juga tidak akan bersikeras mengatakan, jangan lupakan
perjuanganku. Ketika aku memikirkan hal itu, aku hanya berkata, “sudah malam, waktunya istirahat...”
Aku masih ingat waktu itu, dipercakapan pesan singkat,
katamu, lebih baik berpisah lalu dipersatukan. Apa kamu masih ingat? Oke,
Yasudah aku juga tidak mau memaksamu untuk mengingat-ingat lagi. Aku hanya
ingin memberitahu lagi kalau kamu pernah berkata seperti itu.
Ya, ketika sudah saatnya, ketika sudah waktunya, ketika semua
sudah tertata dengan rapih, semua perihal ekonomi dan ilmu yang sudah mumpuni.
Aku akan menepati janjiku waktu itu, pintu pertama yang aku datangi bersama
keluargaku adalah pintu rumahmu.
Aku hanya merasa ada yang hilang, tapi sebetulnya kamu tak
kemana-mana, kamu masih di sini. Hanya saja sekarang aku hanya mengurangi
rasanya, memperkuat doa’nya. Aku selalu berharap yang terbaik, tapi juga
belajar untuk siap mengahadapi kemungkinan terburuk.
Kamu jangan lupa kembali. Aku selalu ada ketika kamu
membutuhkanku.
1 komentar:
Wow... Terimakasih banyak sudah berbagi gan...
Replys1288
download s1288
sabung ayam s1288
Posting Komentar
Beri komentar pada kolom yang tertera. Dilarang menggunakan kata sapa "Gan" di blog ini. Dariku sang penggila kopi, pecandu puisi.