Awalnya,
Jatuh cinta itu tidak pernah mudah. Memasrahkan semuanya
pada keadaan, membiarkan hati ini terbang di atas ombak, kadang menjauh jarang
pula mendekat.
Mungkin aku salah,
Saat aku sudah yakin dengan pilihan yang aku pilih dan
sayup suara degup jantungmu yang menggoda, meyakinkanku penuh mesra. Mungkin
juga aku salah rasa, saat pagi dan malamku penuh dengan perhatianmu yang sangat
memanja, membutakanku bahwa itu memang benar cinta.
Hatiku pernah bertanya, apakah ini nyata?
Ini tentang payung yang tidak memiliki lengan, kala
tangannya dipatahkan oleh kenangan. Hujan membasahi dinding hati, diam-diam
menteskan air kedalam. Aku perlu tempat berteduh, yang kuat pondasinya, siap
menopang saat diinjak dan senantiasa sebagai tempat untukku pulang melepaskan
lelah bahuku.
Mungkin juga aku salah lihat,
Kala tatapan matamu meyakinkanku bahwa kamu akan menetap.
Sepasang matamu bagiku ialah keteduhan yang melahirkan ketenangan, bibirmu
tempatku bernaung membasahkan segala kecup, dadamu tempatku berpeluk melepaskan
rindu yang membiru.
Kemudian,
Tolong nikmati kopi ini, yang lahir dari air mataku. Agar
kau mengerti segala kecewaku yang sudah lama bersembunyi bersama sedih.
Apa kamu pernah kecewa? Apa kamu pernah merasakan
terjatuh dalam cinta? Kamu tidak tau rasanya jatuh cinta tapi terjatuh dalam
luka? Kemarilah sayang, duduk di sampingku. Aku ingin membisikkan sesuatu yang
patut kamu tahu, dan jangan lupa siapkan buku bersama pulpen biru. Siapa tahu,
kamu akan perlu.
Aku pernah hancur karena terlalu yakin, pernah juga patah
karena memilih orang yang salah. Aku tak mengerti bahwa hati yang kuselami
sangat sulit kudapati. Aku pernah terkubur, dalam gelapnya abu mencari tahu apa
yang aku suka darimu. Aku pernah berhenti di tengah jalan, saat kaki ku tak
lagi kuat menopang sendi untuk berlari; mengejarmu. Aku tak kuat, saat
memutuskan untuk meninggalkanmu. Aku tak bisa berkata pada semesta bahwa
cintaku memang terpaksa. Aku pernah
memutuskan berjuang untuk hati yang memperjuangkan orang lain. Aku pernah
menunggu lama, walaupun yang aku tunggu tak pernah datang.
Namun,
Aku ingin memberitahu suatu hal yang mungkin bisa kau
renungkan. Bahwa, menunggu ada batasnya. Dan kau akan tahu sendiri kapan harus
berhenti dan mulai berjalan lagi. Meninggalkan hati yang kau perjuangkan
sepenuh hati, tetapi tak dihargai.
Dan pada akhirnya,
Tuhan mengajariku cara agar tak lagi mencintaimu.
Selamat merayakan kehilangan.
Peluk hangat,
Lelaki yang kamu kecewakan hatinya.
Posting Komentar
Beri komentar pada kolom yang tertera. Dilarang menggunakan kata sapa "Gan" di blog ini. Dariku sang penggila kopi, pecandu puisi.