YOU AND MY BROKEN HEART
Di kala mendung kian menyelimuti hati ini, hanya rasa sakit yang bisa aku rasakan. Entah mengapa dengan diriku ini.
Tiara
adalah seseorang yang selalu menghiasi hariku. Bisa dikatakan ia adalah kekasihku. Hubungan
kami semakin hari semakin rumit, berbagai macam masalah
telah kami hadapi, bahkan hampir beberapa kali kita akan berpisah karna
sudah terlalu lelah. Namun ternyata takdir berkata lain, kita masih bisa
bersatu. Dalam dekapan cinta.
Beberapa
hari yang lalu aku mengajak Tiara untuk makan malam di sebuah
Restaurant yang letaknya tidak jauh dari
rumah. Kebetulan pada saat itu adalah hari
jadi kita. Aku mengajak Tiara ke Restaurant ini dengan tujuan untuk mengingat masa-masa saat kita pendekatan
1 tahun yang
lalu. Dengan
waktu yang lumayan lama ini kita
sudah saling mengerti
berbagai hal. Baik dari segi
kuliner ataupun
pakaian. Kita melewati makan malam dengan penuh canda
dan tawa, saling suap menyuap adalah hal yang paling aku suka. Dengan penuh
manja aku menyuapi Tiara, begitupun sebaliknya.
Tidak jarang karena tak kuat menahan tawa atas lelucon yang Tiara lontarkan, aku
membuat orang lain di sekitar terheran-heran. Saling curhat tentang kejaian lucu nan menarik
di kampus adalah hal yang paling
menyenangkan. Apalagi ketika
melihat senyum dan tawanya yang
lepas, membuat diriku semakin jatuh cinta
padanya. Kebetulan kita berdua satu kampus, tetapi beda
jurusan. Otomatis aku bisa mengantarkan ia pergi dan pulang secara bersamaan.
Sepulang
dari makan malam, sekitar pukul 20:30 WIB, Aku mengantar Tiara pulang kerumahnya. Tak
lupa aku mencium keningnya, lalu aku
bertanya, “Tiara, kamu besok ada waktu kosong?”
tanyaku. Dengan penuh keraguan yang sudah tergambar jelas di wajah cantiknya, lalu ia menjawab,
“A.. a.. aku gatau deh.”. Tanpa bertanya lagi
aku langsung meninggalkan Tiara yang berdiri membelakangi pagar rumahnya.
Keesokan
harinya, setelah beberapa jam fajar mengeluarkan sinarnya, aku bersiap untuk
pergi menimba ilmu. Aku mempersiapkan perlengkapan seperti biasanya. Motor telah aku nyalakan, lengkap dengan pengaman
kepala yang telah aku gunakan.
Lalu, selang beberapa menit ada yang terlintas di pikiranku.
“Ah iya, aku harus ke rumah Tiara untuk berangkat
bareng.”
Sesampainya
di sana, aku pun berjalan memasuki area
rumahnya. Dengan gagah, aku mengetok
pintu yang
terbuat dari kayu jati itu. Tidak
ada yang menjawab. Mungkin sekali lagi. Pintu
pun terbuka, namun itu bukan Tiara.
Itu adalah Mamahnya.
“Nak, kamu.. cari
Tiara ya?”
“Iya bu, hehe..
Tiara nya udah rapih, bu?”
“Loh, tadi bukannya dia udah berangkat?”
“Ha? Yang benar?”
“Iya benar,
tadi dia sudah
disamper sama cowok. Katanya sih itu
temennya.”
“Oh, si Tiara nitip pesan nggak,
bu?”
“Nggak tuh, dia
gak pesan apa-apa. Hey, Ini udah jam berapa, keburu
telat loh..”
“Oh iya bu, Kalo begitu. Saya berangkat dulu ya..”
Sesampainya
di Kampus, aku tidak melihat sosok Tiara. Aku pun menanyakan ke teman dekat Tiara, “Kamu lihat Tiara nggak?” tanyaku. “Oh Tiara..
itu dia
di kantin lagi makan.” jawabnya. Dengan
itu aku pun mulai terasa lega bahwa Tiara benar sudah berangkat ke kampus. Lalu
aku berjalan ke kantin untuk bertemu Tiara. Tak disangka-sangka, aku melihat Tiara sedang berduaan dengan cowo yang mungkin diceritakan
Mamahnya tadi. Aku pun mengalihkan
pandangan dari Tiara.
Perasaan
aku sangatlah cemburu, sebab ini bukanlah sekedar teman. Mereka berdua
sangat romantis, yang kulihat pada waktu itu adalah
mereka melakukan hal yang sama ketika aku mengajak makan malam kemarin. Tiara
sangat senang, beberapa kali mereka saling suap menyuap. Dengan berat hati
aku meninggalkan kantin dan masuk ke kampus dengan tujuan tidak ingin hati ini
hancur.
Aku
tidak bisa berkonsentrasi, pikiranku hanyalah berisi tentang kejadian di kantin tadi. Sesekali aku ditegur Dosen
karena melamun.
Hari
ini Tiara benar-benar lupa denganku, entah apa yang merasuki pikiran dan
hatinya. Ternyata, cowok itu yang
mengantarkannya pulang. Tidak tinggal diam, aku mengikuti mereka berdua. Sesampainya di rumah Tiara, aku pun mengintip mereka dari
belakang mobil. Mereka mengobrol tentang suatu hal. Nampak jelas raut wajah mereka berdua. Sangat bahagia.
Setelah mengobrol, cowok itu pamit pulang dengan Tiara. Namun hal
yang tak kuduga begitu saja terjadi. Cowok itu mencium kening Tiara, sama
seperti aku mencium kening ia sebelum aku
pulang. Dengan hati yang sangat hancur, aku kembali ke rumah dengan membawa
kendaraan setengah sadar.
Lantaran curiga, aku ingin mengajak Tiara untuk makan
malam.
Aku
pun meneleponnya.
“Hallo Tiara,
kamu lagi ngapain?”
“Aku lagi sibuk. Emangnya kenapa?”
“Hmm..
malam ini kamu bisa makan malem bareng aku nggak?”
“Kan udah aku bilang, aku lagi sibuk hari ini!”
Tiba-tiba berbunyi suara yang menandakan panggilan
telah terputus.
Rasa
curiga kian mengantui pikiranku. Tanpa basa-basi,
aku berangkat kerumah Tiara. Aku tak memikirkan seberapa sibuk ia, tetapi yang aku
tahu Tiara jarang sekali sibuk. Sebelum sampai rumah Tiara aku melihat
seseorang yang berdiri di depan rumah Tiara dengan
pakaian yang rapih, ia seperti menunggu sesuatu.
“Jangan-jangan ini cowok yang tadi, dan sekarang
ia sedang
menunggu Tiara.”, hati kecilku berbicara.
Ternyata benar.
Tiara pun keluar dari rumahnya.
Dengan rasa penasaran yang
begitu dahsyat, aku pun
mengikuti mereka yang
mengarah ke sebuah restaurant, yang tak asing lagi bagi
Tiara. Restaurant itu adalah restaurant yang kemarin aku
datangi bersama Tiara.
Sementara mereka
masuk ke Restaurant itu, aku berdiam diri di luar.
Mungkin
kebetulan, mereka duduk di
dekat jendela. Aku pun bisa melihat mereka dengan jelas. Cuaca pada saat itu sedang
tidak mendukung. Hujan turun dengan begitu deras, aku pun terpaksa terguyur oleh hujan karena posisiku di sebuah lapangan parkir. Tidak ada tempat untuk meneduh.
Dengan
rasa sakit, aku tetap
memperhatikan meraka. Tak lama kemudian,
datang seorang penyaji yang membawakan sebuah makanan. Cowok itu sangat romantis. Ia bercanda dengan
Tiara ketika makan, saling
suap-menyuap. Dan sesekali ia tertawa karena guyonan
yang dilontarkan Tiara. Aku hanya bisa berdiam diri diguyur hujan.
Tiba-tiba
Tiara melihat ke arahku.
“Sial.. aku ketahuan.”
Tanpa fikir panjang, aku langsung meninggalkan tempat
itu. Tiara dengan cepatnya beranjak dari lelaki yang ada di hadapannya, untuk
mengejar seseorang yang benar-benar sayang kepadanya. Aku.
Sesampainya
di rumah, Beberapa kali
ia menghubungiku lewat telpon. Sempat aku diamkan, namun karna aku sayang, aku angkat, tanpa mengeluarkan kata apapun.
“Dengerin aku dulu.”
“Please maafin.”
“Aku bisa jelasin semuanya.”
Aku
menutup telpon. Dan aku sadar,selama ini perjuangan ku sia-sia. Hanya rasa
sakit yang aku dapatkan. Aku gak bisa memafkan Tiara langsung begitu saja,
bagaikan tembok besar yang menghalangi hatiku ini. kata maaf tak lagi aku
dengarkan. Kejadian ini benar benar menyayat habis hatiku.
Posting Komentar
Beri komentar pada kolom yang tertera. Dilarang menggunakan kata sapa "Gan" di blog ini. Dariku sang penggila kopi, pecandu puisi.